Avesiar – Depok
Pendidikan formal begitu penting perannya dalam mencerdaskan bangsa. Karena melalui pendidikan formal, pengetahuan akademis dapat diperoleh.
Setelah pendidikan dasar 9 tahun, ada jenjang yang lebih tinggi yang diharapkan mampu semakin mematangkan pengetahuan akademi seseorang sebelum masuk di dunia kerja, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA).
Namun, sering kali di daerah-daerah tertentu dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya yang tidak mencukupi, membuat anak-anak yang lulus SMP, terpaksa putus sekolah ketika hendak melanjutkan ke jenjang tersebut.
Prihatin terhadap tingginya angka putus sekolah di daerah sekitar tempat tinggalnya di Cinangka, Sawangan, Depok, Jawa Barat, seorang pria yang berprofesi sebagai guru di Jakarta, berinisiatif mendirikan sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) Terbuka.
Adalah Kurnia Rahman, seorang guru dan staf kesiswaan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Hang Tuah 1, yang berupaya meningkatkan level pendidikan di daerah dia berdomisili. Baru-baru ini, avesiar.com mewawancarainya secara online untuk mengulas lebih jauh seperti apa SMA Terbuka tersebut.
“Tujuan kami bersama Pemerintah Kota dan Masyarakat mengurangi angka putus sekolah. Karena tahun 2008, di Kelurahan kami angka putus sekolah paling tinggi di Kecamatan Sawangan. Putusnya dari SMP ke SMA. Tahun 2008 hanya ada beberapa SMA Terbuka dan letaknya agak berjauhan. Sedangkan masyarakat yang kurang memahami pentingnya pendidikan, tidak mau menyekolahkan anaknya jauh-jauh. Berat di ongkos walaupun sekolahnya gratis,” terang lulusan paska sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta jurusan Pengembangan Masyarakat ini mengawali kisah.
Profesinya dan sang istri sebagai seorang guru di sekolah swasta sejak tahun 2008, membuat Kurnia merasa perlu untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sekitarnya. Terutama tanggung jawab mereka sebagai seorang guru yang harus berbagi ilmu yang mereka miliki.
“Kami merasa sedih sebagai bagian dari guru. Mengajar di Jakarta, tapi masyarakat di sekitar rumah saya banyak yang putus sekolah. Sekolah Terbuka kami dirikan berbasis kepedulian dan partisipasi masyarakat. Jadi, pembelajaran masih sangat sederhana. Namun kami coba tekankan pada pembentukan karakter dan skill siswa sesuai potensi yang ada,” beber ayah dari 4 orang anak itu.
Pada awal pendirian 2008 hingga 2011, lanjut Kurnia, para siswa tidak dipungut biaya alias gratis 100 persen. Menurut dia, karena semua hanya ingin berbagi kepada masyarakat. Mereka hanya mendapatkan infaq seadanya saja.
Kurnia kemudian bersyukur sejak 2011 dibantu oleh 1 Lembaga Zakat bernama “Zakat Sukses” yang membantu mencarikan dana operasional. Tidak hanya itu, saat ini, lanjutnya, sudah ada bantuan dari Pemerintah Kota Depok atau Pemprov Jawa Barat yang mendanai kegiatan SMA Terbuka.
“Saat mendirikan SMA Terbuka kami koordinasi ke Pak Lurah, Pak RW, dan Pak RT. Alhamdulillah semua mendukung. Kami diberikan ruang belajar di salah satu SD Negeri yang ada di Kelurahan kami yaitu Cinangka, Sawangan, Depok. Siswa kami belajar siang hari setelah siswa SD selesai belajar. Pada saat awal berdiri SMA Terbuka hanya diikuti 18 siswa. Sedangkan sekarang sudah ada 206 siswa yang sekolah. Dan alumni pertama tahun 2011 hingga saat ini kurang lebih 600 siswa,” kata pengelola sekolah gratis itu.
Diakuinya, saat mendirikan SMA Terbuka tersebut, secara umum masyarakat mendukung. Tidak bisa dipungkiri, tambah pria 43 tahun ini, ada beberapa orang tua siswa yang agak ragu. Menurut mereka, seolah yang berbayar saja ada yang tutup, apalagi sekolah gratis.
Kurnia juga bersyukur ketika DPRD Kota Depok, terutama Fraksi PKS, berkoordinasi dengan Pemkot Depok menunjuk 1 SMA Negeri untuk menjadi sekolah induk SMA Terbuka.
“Alhamdulillah, secara umum semua keluarga kami mendukung. Bahkan Bapak saya mewakafkan tanahnya untuk gedung SMA Terbuka, Almarhumah Ibu saya juga suka mendapatkan titipan zakat infak dan shodaqoh dari jamaah majelis taklimnya untuk SMA Terbuka,” terang mantan general manajer LAZ Zakat Sukses itu.
Dukungan selain dari istri, juga dia dapatkan dari anak-anaknya dalam mengelola SMA Terbuka itu. Putra-putri Kurnia yang kuliah di UIN Malang, IPB, dan UNJ, juga sudah mulai membantu aktivitas di SMA Terbuka.
“Alhamdulillah, siswa kami banyak yang sudah bekerja atau punya usaha sebelum mereka lulus SMA Terbuka. Bahkan siswa kelas 12 kami ada yang punya usaha jual beli mobil bekas. Kalau untuk alumni, ada yang sampai kuliah di Turki,” papar suami dari Azizah ini penuh rasa syukur.
Pria yang hobi beternak dan berkebun ini mengatakan bahwa misi yang ingin dia capai yaitu, ingin lebih banyak lagi memberikan kesempatan masyarakat untuk bisa sekolah, baik melalui SMP, SMA Terbuka, maupun melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yaitu kesetaraan paket A, B, C. (Ave Rosa A. Djalil)
Sumber : https://www.avesiar.com/2021/07/08/berupaya-kurangi-angka-putus-sekolah-kini-meluluskan-600-siswa/
0 comments:
Posting Komentar